Kamis, 01 Mei 2014

BELAJAR DARI MARIA WALANDA MARAMIS dan RADEN AJENG KARTINI

BELAJAR DARI MARIA WALANDA MARAMIS dan RADEN AJENG KARTINI
Oleh Willy H Rawung  -  Newsletter AGM Sulut ed April 2008 

MARAMIS:
  • Nama Maria Josephine Catherine Maramis 
  • Ayah Maramis, pedagang kecil di Kema
  • Ibu Sarah Rotinsulu, ibu rumah tangga biasa  
  • Saudara Antje dan Alexander Andries (kemudian menjadi Menteri Keuangan dan Dutabesar).
  • Suami Joseph Frederick Caselung Walanda  guru bahasa HIS Manado 
  • Menikah 1890 
  • Status Isteri tunggal 
  • Wafat 22 April 1924 
  • Pendidikan Sekolah Melayu di Maumbi.
 KARTINI:
  • Nama  Raden Ajeng Kartini
  • Ayah Raden Mas A.A Sosroningrat
  • Ibu Ngasirah
  • Suami Raden Adipati Joyodiningrat Bupati Rembang
  • Menikah 12 November 1903
  • Status  Isteri muda (ke-4)
  • Wafat 17 September 1904
  • Pendidikan E.L.S. (Europese Lagere School (setingkat SD)
 Riwayat singkat Maramis:
  • Maria dan saudara-saudaranya menjadi yatim piatu pada saat ia berumur enam tahun karena kedua orangtuanya jatuh sakit dan meninggal dalam waktu yang singkat. Pamannya, Esau Rotinsulu - saat itu menjabat Hukum Besar (Kepala Distrik) di Maumbi – membawa ia dan saudara-saudaranya ke Maumbi, mengasuh dan membesarkan mereka di sana. Paman Maria termasuk orang terpandang dan mempunyai kenalan luas, di antaranya pendeta Ten Hoeven. Perkenalan dan pergaulan Maria dengan Hoeven telah memperluas pengetahuannya. Kedekatannya dengan isteri pendeta Hoeven telah membuka wawasan dan menyentuh hatinya untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan. Ia bercita-cita agar anak-anak perempuan Minahasa dapat meneruskan sekolah, atau menampung dan memberi pengetahuan kepada merka agar terhindar dari kemerosotan moral, menghindari kawin muda, dan menyadarkan mereka tentang hak pilih perempuan. Bagi Maria tidak begitu sulit mengemukakan dan mewujudkan perjuangannya, karena di Minahasa tidak terdapat perbedaan strata sosial yang kuat seperti dialami Kartini di Jawa.- Cita-citanya bertambah subur setelah menikah.  Sesuai tradisi Minahasa, ia menambahkan fam suaminya, Walanda, pada namanya. 
  • Maria seorang pekerja keras dan berkepribadian kuat dalam memperjuangkan sesuatu. Bahkan dengan suaminya yang seorang guru, ia berbeda pendapat tentang rencana menyekolahkan anak perempuannya ke Jawa. Namun ia berhasil meyakinkan suaminya. Mereka mempunyai tiga anak perempuan. Dua anak dikirim ke Sekolah Guru di Batavia (Jakarta), salah satunya, Anna Matuli Walanda, menjadi guru dan aktif dalam PIKAT bersama Maria.  - Setelah pindah ke Manado, Maria mulai menulis opini di surat kabar Tjahaja Siang. Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam keluarga.
  • 8 Juli 1917. Setelah sukses  mengembangkan pendidikan dalam keluarganya dan menyadari bahwa perempuan muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, maka dengan bantuan suaminya dan beberapa orang terpelajar lainnya, Maria mendirikan sebuah organisasi bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT). Tujuannya mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya. Maria berpikir, perempuan adalah tiang rumah tangga dan di tangan mereka pulalah tergantung masa depan anak-anak.- PIKAT  bertumbuh dan mendapat sambutan luas dengan dibukanya cabang-cabang di Maumbi, Tondano, dan Motoling. Cabang-cabang di Jawa juga terbentuk oleh ibu-ibu di sana seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya. Juga di Sangir Talaud, Gorontalo, Poso, Makassar, Balikpapan, Sangusang dan Kotaraja (Aceh). 
  • 2 JuLi 1918,  Maria membuka sekolah rumahtangga di Manado. - Hambatan utama saat itu adalah pembiayaan, namun berkat kegigihan Maria, pada tahun 1920 Gubernur Jenderal Hindia Belanda memberikan sumbangan uang kepada PIKAT.- Maria juga dikenal sebagai perempuan Minahasa yang berkesadaran kultural dan menanamkannya kepada murid-muridnya dengan selalu menganjurkan untuk memakai pakaian daerahnya.- 1919, sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan nama Minahasa Raad. Mulanya anggota-anggotanya ditentukan pemerintah, tapi pemilihan langsung oleh rakyat direncanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat selanjutnya. Hanya laki-laki yang bisa menjadi anggota pada waktu itu, tapi Maria berusaha supaya wanita juga memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan tersebut. 
  • 1921, usahanya berhasil saat keputusan datang dari Batavia yang memperbolehkan wanita untuk memberi suara dalam pemilihan anggota-anggota Minahasa Raad.- Maria terus aktif dalam PIKAT sampai ia wafat.
  • 22 Desember 1928, empat tahun setelah wafatnya, organisasi-organisasi perempuan mengadakan kongres perempuan yang kemudian dikenal sebagai KOWANI.
  • 1959, dua puluh lima tahun setelah wafatnya, Pemerintah menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Indonesia.
 Riwayat singkat Kartini:
  • Mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara dan  Rembang.
  • 1911, setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkannya kepada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). - 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
  • - Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhum Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
  • Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan perempuan Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan perempuan lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah, dan berbagai alasan lainnya.Kartini di Belanda dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi di Hindia-Belanda dulu sampai sekarang. Tahun 2007 Pemerintah Daerah  Den Haag spesial menyediakan trophy Kartini untuk perorangan/organisasi di Den Haag yang berjuang dalam bidang emansipasi ala Kartini dulu. Kartini-Trophy tahun 2007 diberikan kepada wanita Maroko bernama Rahma El Hamdaoui yang berjuang membela emansipasi di sebuah kampung bernama Schilderswijk di Den Haag.
 * Diolah dari Wikipedia, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar